Rabu, 18 April 2012

Sinopsis To Liong To 2003 episode 21

Para Pendekar Butong sudah kehilangan tenaga dalam. Tio Beng minta Song Ceng Su -putra murid ke-1 Butong Song Wan Kiauw-, keluar dari tahanan mengikutinya. Mereka melintasi ruang tahanan lain, dimana Guru dan 3 murid Go Bi ditahan, termasuk Ciu Cie Jiak yang dicintai Song Ceng Su. Pendeta Biat Coat menolak makan makanan pemberian Tio Beng.

Song Ceng Su dibawa ke arena oleh Tio Beng dan dipaksa bertarung dengan 3 pengawalnya. Song Ceng Su mencibir, katanya, kau hilangkan tenagaku dan kau suruh aku bertarung, hanya diberi pedang kayu pula. Bagaimana aku bisa menang? Tio Beng berkata, ia hanya ingin melihat gerakan, bukan tenaga. Kalau sampai kalah, maka Song Ceng Su akan ditahan lagi. Ceng Su tetap menolak, katanya lebih baik mati daripada menurut pada Tio Beng. Tio Beng tahu Ceng Su suka pada Cie Jiak, ia malah mengancam menyuruh Cie Jiak untuk menggantikan Ceng Su. Ceng Su pun terpaksa bertanding melawan A San, A Toa, A Jie (A Er). Karena ini hanya pertandingan adu jurus tanpa tenaga dalam, ilmu pedang Butong yang ditampilkan Song Ceng Su bisa memenangkan 2 pertandingan, tetapi ia kalah di pertandingan terakhir dan dibalikkan ke tahanan. Ia mengabari paman-paman Butong-nya bahwa perguruan lain juga ditahan.

Di arena, datang kakak Tio Beng/Minmin Temur yaitu Koke Temur. Koke memberi selamat pada adiknya soal perjodohannya dengan anak Pangeran ke-7. Tio Beng tak bahagia dan malah kabur dengan kudanya. Ia makin kesal pada Thio Bu Ki. Kegagalan Tio Beng menaklukkan Sekte Ming dan mengobrak-abrik 6 perguruan adalah karena Thio Bu Ki. Kegagalan inilah yang dimanfaatkan Pangeran ke-7 untuk memaksa Ayah Tio Beng, Pangeran Ruyang alias Chaghan Temur, untuk menyetujui perjodohan dengan anak Pangeran ke-7, Zhayadu. Singkatnya karena Bu Ki-lah Tio Beng kini dipaksa menikah dengan Zhayadu.

Di gunung Butong, Thio Bu Ki bertanya pada pamannya soal Yo Put Hui. Kata In Li Heng, ia seperti melihat Kee Siao Hu dalam diri Put Hui. Put Hui sangat telaten dan penuh perhatian. Tapi soal menikahinya, ia berkata umur yang terpaut jauh akan jadi halangan. Kata Bu Ki, biarkanlah rasa itu tumbuh dengan sendirinya, tidak usah dipaksakan.

Chang Ie Chun mengabari soal keberadaan Tio Beng di kota Dadu. Yo Siauw dan Kelelawar Hijau ikut Bu Ki kesana. Yo Put Hui dan Siao Ciao disuruh tinggal di Butong. Siao Ciao ikut melepas Bu Ki, namun ia makin jauh ikut mengantarkan Bu Ki dan tidak juga mau berpisah. Katanya, “Tuan, aku ada permintaan, bisakah tuan meminjam pedang langit pada Nona Tio untuk memutus rantai kakiku?”. Bu Ki menyanggupi, tapi tidak janji karena mungkin Tio Beng tidak mengizinkan pedangnya dibawa jauh. Kata Siao Ciao “Kalau begitu biarlah aku ikut, supaya rantai bisa langsung dipotong di sana”. Kata Yo Siauw, tak masalah Siao Ciao ikut, tetapi rantai itu mengundang perhatian. Siao Ciao manjawab ia bisa menutupinya dengan baju. Akhirnya semuanya luluh oleh bujukan Siao Ciao. Siao Ciao gembira sekali “Terima kasih pada Tuan bertiga!” katanya. Kelelawar Hijau menjawab “Eit, kenapa terimakasih padaku, aku tidak bilang apa-apa. Kalau aku capek, nanti kuhisap darahmu” candanya.

Sementara itu Tio Beng menemui ayahnya. Ia mengakui belum bisa melaksanakan tugas dengan baik, tapi ia tetap tidak mau menikah dengan Zhayadu. Katanya “Aku tak suka Zhayadu. Lelaki macam apa itu, lemah sekali, pakai minta pengaruh ayahnya agar menekanmu untuk melamarku. Aku tidak mau punya suami lemah, ayah, apa kau tega membuatku tak bahagia seumur hidup?”. Pangeran Ruyang mengakui kehebatan putrinya bicara, ia akan cari alasan sementara untuk menolak. “Tapi ingat,” katanya “Pangeran ke-7 menekanku karena belum berhasil menaklukan pemberontak, terutama Sekte Ming. Kau hancurkan dulu Sekte Ming, baru aku bisa punya muka dihadapan Kaisar untuk menolak lamaran Pangeran ke-7!”. Tio Beng setuju. Ketika ayahnya menanyakan tentang Seng Kun, kata Tio Beng, Seng Kun menghilang setelah pertempuran di puncak Guangming, sepertinya ia punya agenda tersendiri. Kata ayahnya, kita bisa punya agenda/motif yang berbeda, asal tujuan kita sama, malah bagus bisa memanfaatkannya. “Aku dengar, Ketua yang baru, Thio Bu Ki, bisa menyatukan Sekte Ming. Apa kamu sudah pernah bertemu dan menguji kungfunya?” tanya ayahnya. Tio Beng jadi salah tingkah “Hmm… iya, kungfunya lumayan juga, aku pernah bertemu beberapa kali” katanya. “Ingat, Minmin” kata ayahnya “Ular tak bisa hidup tanpa kepala, asal kau bisa taklukkan pemimpinnya, kamu bisa menang. Singkirkan kepalanya yaitu Thio Bu Ki, maka semuanya beres”. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh pertengkaran yang ternyata Koke Temur yang mabuk dan bertengkar dengan istrinya. Iapun dimarahi ayahnya.

Rombongan Thio Bu Ki tiba di Dadu. Ia menemui anggota Sekte Ming, Chu Goan Chang (Zhu Yuan Zhang, tokoh nyata yang nantinya jadi Kaisar Dinasti Ming). Chu menjelaskan bahwa tokoh-tokoh 6 perguruan lurus dikurung di suatu pagoda.

Thio Bu Ki, Kelelawar Hijau dan Yo Siauw mengintai Tio Beng dari rumah Pangeran Ruyang sampai ke arena silat depan pagoda. Di arena, Kecapi Besi dari Kunlun sudah dipotong 2 jarinya karena tidak mau tunduk pada Tio Beng. Iapun dipaksa beradu kungfu dengan bawahan Tio Beng. Kalah lagi, ia kehilangan jari lagi. Bu Ki amat marah melihatnya. Pikirnya, Tio Beng ini kelihatannya saja manis, padahal sangat kejam. Bu Ki kemudian menyelinap menemui paman-paman Butong-nya. Namun tenaga dalam mereka hilang akibat diracun. Mereka tak mau Bu Ki merisikokan nyawa untuk menyelamatkan mereka.

Tio Beng menyuruh Biat Coat keluar untuk bertanding, tapi Ciu Cie Jiak malah maju, “Biar aku yang gantikan guruku” katanya. Kata Tio Beng “Biat Coat, kamu sungguh guru yang gagal. Dari 3 muridmu, hanya satu yang spontan maju. Baiklah, aku kabulkan permintaan Cie Jiak menggantikan gurunya!”

Ciu Cie Jiak dibawa ke arena. Kata Tio Beng, “Apa benar Biat Coat menurunkan ilmunya padamu? Kalau kamu bisa mengalahkan 3 jagoanku, kamu boleh pergi!” “Guruku lebih baik mati daripada menyerah” sahut Cie Jiak. “Guruku tak sudi merendahkan dirinya dengan melayani makhluk keji dan rendah seperti kalian” katanya tajam. “Orang sebelum kamu sudah kupotong jarinya karena tak mau bertarung, bagaimana denganmu, masih tak mau?” ancam Tio Beng. Cie Jiak diam saja. “Hmm baiklah. Untukmu, aku akan gores wajahmu yang cantik supaya cacat. Bagaimana?”. Taktik ini berhasil. Hilang nyawa atau jari mungkin tak menakutkan dari rusak wajah, bagi wanita, itu suatu hal yang sensitif. Cie Jiak ketakutan. Namun saat pedang hampir melukai wajahnya, melesatlah sebuah kotak dari persembunyian Bu Ki, yang digunakan Bu Ki untuk menangkis pedang itu.
Tio Beng memungut kotak yang terbelah dua yang ternyata kotak perhiasan darinya untuk Bu Ki. Ia berkata pelan “Rupanya kamu begitu benci dengan kotak ini”. Bu Ki jadi tak enak hati. (Pikirnya, kotak pemberian Tio Beng itu berisi petunjuk obat yang telah menyelamatkan nyawa pamannya) “Bukan salahku, aku tak bawa senjata, hanya ini, makanya kulempar”. Tio Beng terlihat senang “Jadi, kau bawa kotak ini bersamamu?” Bu Ki mengiyakan. “Aku tak tahu kamu adalah kekasih Nona Ciu Cie Jiak” lanjut Tio Beng. Elak Bu Ki, ia dan Cie Jiak hanya teman masa kecil. “Aku akan mencari orang untuk memperbaiki kotak ini” kata Bu Ki. Ia bertanya mengapa Tio Beng mengurung pamannya dan tokoh perguruan lainnya. Kata Tio Beng “Maksudku baik, menawarkan mereka hidup layak bila tunduk pada pemerintah. Tapi mereka keras kepala”. Kata Tio Beng, Bu Ki boleh pergi tapi tidak boleh membawa Ciu Cie Jiak. Bu Ki tidak mau.

2 Tetua HianBeng (Xuan Ming) yang berpakaian hitam dan putih menyerang Bu Ki. Kali ini Bu Ki benar-benar ingin melampiaskan dendam pada 2 orang itu, yang pernah membuatnya menderita racun tapak es ketika kecil. Pertempuran panjang dan seru tak terelakkan. (2 Tetua Hian Beng dengan Tapak Es nya yang mematikan adalah pengawal Thio Beng yang paling tinggi ilmunya. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa ilmu Thio Bu Ki saat itu telah mencapai puncaknya dan jauh meningkat pesat dari saat mereka bertemu di Perguruan Butong (Episode 19). Ini karena selama di Butong, Bu Ki banyak berdiskusi dan belajar dengan Thio Sam Hong. 3 ilmu sakti yang dimiliki Thio Bu Ki: Kitab 9 Matahari, Membalikkan Langit & Bumi, serta Ilmu Taichi, dilengkapi dengan ilmu lain dari Butong, kini menjadikan 2 Tetua Hian Beng itu bukan lagi lawan sepadannya). Melihat keadaan tak menguntungkan, Thio Beng menyuruh A Tao, A Da dan A San menyerang Kelelawar Hijau dan Yo Siauw. Semuapun bertarung hebat. 2 Tetua Hian Beng ‘hanya’ muntah darah akibat kemurahan hati Bu Ki yang tetap tidak tega membunuhnya.Tiba-tiba Thio Beng berteriak ”Berhenti!”

Melihat 3 orang Sekte Ming bertempur untuknya, Ciu Cie Jiak menghaturkan rasa hormatnya “Tuan bertiga, harap pergi saja dan tak usah mengkhawatirkan aku” katanya. Tio Beng melirik “Jadi kalian benar-benar pasangan kekasih”. Bu Ki menyangkal “Kami teman baik sejak kecil. Ketika aku terluka parah akibat 2 orang jahat ini,” katanya sambil menunjuk 2 Tetua Hian Beng, “Cie Jiak lah yang memberiku makan dan minum, aku tak mungkin lupa” katanya. “Oh.. jadi dia teman masa kecilmu. Apa kau mau menjadikan ia istrimu?” tanya Tio Beng. Bu Ki diam saja. “Diam berarti setuju” kata Tio Beng. Bu Ki pun menyahut “Bagaimana bisa terpikir untuk hidup damai berkeluarga, bila musuh belum dimusnahkan dari negeri ini” katanya. Muka Tio Beng langsung berubah sedih. “Jadi.. kamu benar-benar ingin memusnahkan aku…”. Bu Ki berkata lagi “Nona, sampai sekarang aku tak tahu asal-usulmu. Tiap kita bertemu, selalu kau duluan yang memancing kerusuhan. Aku tidak cari musuh. Jika kau mau melepaskan paman-pamanku dan para pendekar, aku akan sangat berterima kasih dan tidak akan menganggapmu musuh” katanya. “Kamu kelihatannya bicara jujur” kata Tio Beng “Tapi.. Nona Ciu bukan anak buah maupun kekasihmu, kenapa engkau keberatan aku rusak mukanya?”. Ia mengayunkan pedang lagi ke arah muka Cie Jiak.

Tiba-tiba, sesosok bayangan melesat bagai kilat ke arah Tio Beng. Tanpa seorangpun dapat mencegah, muka Tio Beng sudah celemotan tanah bekas tangan Kelelawar Hijau (Sebelumnya, Kelelawar Hijau meludahi tangannya dan mengambil tanah kotor hingga lengket bercampur ludah di tangannya. Semua melihatnya tapi tak tahu apa maksudnya. Jadi Tio Beng tahu itu ludah Kelelawar Hijau dan ia sadar mukanya bau tak keruan, iapun amat malu campur jijik). Tio Beng amat syok dan malu kehabisan kata. “Nona, aku bisa lebih cepat dan lebih sadis daripada kamu” kata Kelelawar Hijau, “Kamu gores wajah Nona Ciu sekali, aku gores wajahmu 2 kali. Aku tak akan melepaskanmu. Kamu gores dia 2 kali, aku balas 4 kali. Aku Raja Kelelawar Hijau selalu memegang ucapan. Ini bukan ancaman kosong. Kamu bisa saja menyuruh anak buahmu mengawasiku, tapi aku lebih cepat dari mereka semua”. Tio Beng malu terdiam. Ia sadar Kelelawar Hijau tak omong kosong. (Raja Kelelawar Hijau merupakan pendekar dengan ilmu meringankan tubuh paling lihai pada zamannya. Jika ia diadu dengan Thio Bu Ki untuk jarak jauh, mungkin Bu Ki menang karena tenaga Bu Ki lebih hebat. Tetapi untuk jarak dekat dan kecepatan, sudah jelas ia nomor 1 sejagat kungfu saat itu, tak ada yang mampu menandinginya)

Yakin bahwaTio Beng tak bakal berani merusak wajah Cie Jiak, Bu Ki dan kawan-kawanpun pamit pergi. Cie Jiak dikembalikan ke ruang tahanan. Cie Jiak bercerita bahwa Tio Beng memaksa orang bertanding, agar ia bisa mencuri ilmu. Ia tidak mau ilmu leluhur Go Bi dicuri Tio Beng. Biat Coat senang “Untung Tio Beng tidak terlalu pintar untuk mempelajari ilmu kita dengan cepat”. Biat Coat bertanya apakah Cie Jiak bertanding? Kata Cie Jiak “Tidak guru, untung Thio Bu Ki menolongku”. Biat Coat marah “Jangan sebut-sebut nama anak iblis itu”. Walaupun Cie Jiak berkata bahwa Bu Ki bukan orang jahat, tapi gurunya tetap berkata “Ia membela aliran sesat, maka ia jahat”. Teng Bin Kun menghampiri Cie Jiak dan berbisik “Adik, Bu Ki mau menyelamatkanmu? Aku selalu baik padamu, mengasuhmu sejak kecil. “Kalau ia datang lagi untuk menyelamatkanmu, bawa aku juga, ya. Aku tak peduli dia dari golongan sesat atau bukan, aku ingin selamat!”. Cie Jiak mengangguk saja. Ia masih begitu bahagia karena Thio Bu Ki yang ia cintai, datang untuk menyelamatkannya.

Di gunung Butong, In Li Heng mulai belajar berjalan dibimbing Yo Put Hui. Kata Put Hui, jangan buru buru, menurut Bu Ki, walau koyo hitam itu efektif, namun butuh lebih dari sebulan untuk bisa lancar berjalan. Put Hui menyuapi In Li Heng sup ikan mas. In Li Heng terharu pada pengorbanann Put Hui turun gunung Butong untuk membeli ikan segar. Thio Sam Hong mengamati mereka. Saat Put Hui keluar, ia bicara dengan In Li Heng “Kamu beruntung cepat pulih karena dirawat Put Hui yang penuh perhatian”. Ia tahu apa yang ada di pikiran muridnya itu “Li Heng, jika kamu melihat Put Hui sebagai pengganti Kee Siau Hu, maka kamu telah menyia-nyiakan masa muda gadis itu. Tetapi kalau kamu melihat ia sebagai wanita yang kau cari dan pantas mendapatkan cintamu, ini adalah kesempatan baik.”

Thio Bu Ki beristirahat ditemani Siao Ciao. Katanya, sulit untuk membebaskan pendekar yang dikurung di pagoda itu. Kalau ia membawa banyak pasukan Sekte Ming ke tengah kota, pasti akan ketahuan. Kalau mereka bisa mencapai pagoda pun, belum tentu bisa menyelamatkan mereka. “Aku tidak pintar berstrategi.. entah bagaimana caranya” katanya. Saat Yo Siauw dan Kelelawar Hijau datang, ia berkata “Karena kesalahanku yang tidak sabar ingin menyelamatkan Cie Jiak, sekarang mereka tahu keberadaan kita”.

Tiba-tiba, datang pengawal Tio Beng menghampiri, tetapi ia berkata “Utusan Kanan Hoan Yauw (Fan Yao) memberi hormati pada Ketua” sambil kowtow pada Bu Ki. Alangkah senangnya mereka, ternyata, pengawal gagu yang mendampingi Tio Beng adalah utusan kanan Sekte Ming yang selama ini dikira hilang. Pantas, aku merasa seperti mengenalmu ketika di Istana Pangeran Ruyang, kata Yo Siauw. “Kenapa wajahmu yang tampan jadi rusak begitu?” kata Kelelawar Hijau. Rupanya Fan Yao sengaja merusak mukanya agar penyamarannya tak terbongkar. Ialah yang mengirimkan tanda bahaya ketika Sekte Ming terkepung. Yo Siauw mengagumi pengorbanan Fan Yao untuk jadi mata-mata. Dari Fan Yao mereka tahu bahwa Tio Beng adalah putri Pangeran Ruyang. Ruyang mendapat tugas kaisar untuk menghancurkan perlawanan Sekte Ming, hingga ia bekerja sama dengan Seng Kun yang mempunyai tujuan sama. Namun sampai kini, Seng Kun belum ketahuan kabarnya karena mayatnya tak diketemukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar